Selasa, 10 April 2018

Bareskrim Tegaskan Penyitaan Kapal Yacht Rp 3,5 T Sesuai Prosedur










Jakarta - Bareskrim Polri menegaskan penyitaan kapal Equanimity Cayman sesuai prosedur. Polri mengatakan penyitaan itu berdasarkan perjanjian kerja sama kedua pihak.

"Bahwa penyitaan yang dilakukan termohon terhadap barang pemohon telah dilakukan sesuai dengan prosedur berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam ketentuan KUHAP," ujar anggota tim Biro Hukum Bareskrim Polri, saat membacakan jawabannya atas permohonan praperadilan pemohon di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (10/4/2018).

Ia mengatakan penyitaan tersebut berdasarkan adanya permohonan permintaan bantuan operasi bersama antara FBI dengan Polri. Permintaan tersebut terkait adanya informasi kapal Equanimity masuk ke perairan Indonesia, di mana FBI tengah menyelidiki dugaan tindak pidana pencucian uang terkait kapal tersebut.



"Pada tanggal 19 Februari 2018 Bareskrim Polri menerima surat permohonan bantuan dari FBI untuk melakukan operasi bersama dalam rangka penyitaan terhadap sebuah kapal bernama Equanimity yang diperkirakan berada di wilayah Indonesia," ujar Tim Biro Hukum Bareskrim Polri.

Biro hukum Bareskrim Polri mengatakan, kesepakatan pemberian bantuan kepada FBI dilakukan Polri berdasarkan pasal 5 UU Nomor 1 2016 tentang bantuan timbal balik dalam pelaksanaan pidana. Selain itu kesepakatan pemberian bantuan hukum juga berdasarkan hubungan baik antara kedua pihak.

"Bahwa tindakan yang dilakukan tindakan termohon merupakan kerja sama dengan polisi ke polisi. Mengingat antara AS dan Indonesia tidak memiliki kerja sama bilateral dalam penanganan perkara tindak pidana, kerja sama ini tetap bisa dilakukan atau sangat mungkin dilakukan dengan memberikan bantuan atas dasar hubungan baik. Hal ini dipertegas di Pasal 5 UU no 1 2016 tentang bantuan timbal balik dalam pelaksaan pidana yang disebutkan," ujar tim biro hukum Bareskrim Polri.

"Peluang ini yang bisa dilakukan polisi Indonesia dalam rangka memberikan bantuan atas perkara pelaksanaan money laundry yang ditangani FBI atas tindak pidana asal yakni yang terjadi di Malaysia," sambung tim biro hukum Bareskrim Polri.

Sebelumnya kuasa hukum perusahaan pemilik kapal Equanimity Cayman LTD, Andi F Simangungsong mengajukan permohonan praperadilan terhadap Bareskrim Polri. Andi mempersoalkan tentang prosedur penyitaan kapal yang dinilai tidak sesuai prosedur.



Andi menyebut aturan pemberian bantuan untuk melakukan penyitaan diatur UU nomor 1 tahun 2006. Menurutnya penegak hukum harus memenuhi syarat undang-undang tersebut untuk memberikan bantuan hukum.

Salah satu syarat dalam undang-undang tersebut yang harus dipenuhi misalnya adanya kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan pidana di Amerika Serikat. Namun Andi menyebut berdasarkan surat perintah penyitaan dari Pengadilan Amerika Serikat yang dijadikan alasan Bareskrim melakukan penyitaan merupakan Forfeiture in Rem yang termasuk dalam ranah perdata.

"Oleh karena syarat-syarat di atas tidak terpenuhi seluruhnya secara kumulatif, maka terbukti bahwa penyitaan atas Objek Sita tidak memenuhi persyaratan dan prosedur dalam UU nomor 1 2006 dan karenanya adakah beralasan hukum untuk menyatakan bahwa penyitaan terhadap obkek sita adalah tidak sah," kata Andi, di PN Jaksel saat membacakan permohonan, Senin (9/4/2018).

Equinimity, yacht mewah buruan FBI senilai Rp 3,5 triliun disita di Tanjung Benoa, Bali. Yacht itu disebut terkait investigasi skandal korupsi lembaga investasi negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

Diduga yacht tersebut merupakan salah satu aset yang dibeli Jho Low dengan uang hasil penyelewengan dana 1MDB.


Jho Low juga disebut membeli beberapa aset di Amerika Serikat. Oleh sebab itu FBI termasuk pihak yang ikut menangani kasus ini. Selain membeli beberapa aset di AS, Jho Low juga diduga menggunakan dana USD 10 juta dari 1MDB untuk berinvestasi di dunia hiburan Hollywood. Salah satunya, hak film 'The Wolf of Wall Street' yang dibintangi Leo Dicaprio. Selain itu dia juga diduga menggunakan dana 1MDB lebih dari USD 100 juta untuk membeli saham salah satu perusahaan terbesar di dunia yang berlokasi di Inggris.

1MDB didirikan oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan saat ini menghadapi penyelidikan pencucian uang di setidaknya enam negara, termasuk Amerika, Swiss, dan Singapura. Menurut gugatan AS, dugaan penyalahgunaan dana 1MDB oleh sejumlah pejabat mencapai US$ 4,5 miliar. Skandal ini menyeret nama PM Najib, namun dia berulang kali menegaskan dirinya tidak bersalah.
(yld/jor)





0 komentar:

Posting Komentar