Jumat, 06 Juli 2018

Anies Harus Pamit, Jokowi Tak Harus Merestui





Jakarta - Isu berembus kencang mengabarkan tentang Anies Baswedan akan maju sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Kabar itu mengiringi 'gerilya' Anies bersama tokoh-tokoh politik lain.

Bahkan, Anies yang sebelumnya menyatakan tegas tidak akan nyapres kini lebih melunak. Tak ada lagi bantahan dari Anies soal kemungkinannya maju di pilpres.

Ketika kembali ditanyakan soal Pilpres 2019 pada Jumat, 6 Juli lalu, Anies menjawab menunggu keputusan dari Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf Al Jufri, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Tiga partai politik tersebut memang yang mendukung Anies berduet bersama Sandiaga Uno saat Pilkada DKI Jakarta 2017.


"Sekarang saya lagi jalani Jakarta, jadi kalau orang ramai dan lain-lain, jangan tanya saya, karena saya adalah orang yang sekarang bertugas sebagai gubernur dan saya pun nggak bisa menentukan apa-apa, yang menentukan adalah Pak Prabowo, Pak Salim, dan Pak Zulkifli Hasan, merekalah yang menentukan, kita lihat nanti," kata Anies saat itu.

"Banyak tadi segala macam suara tapi saya tidak ada komentar apa-apa, semua orang boleh mendoakan apa saja, biarkan Allah SWT menjalankan takdirnya. Saya sedang menjalankan tugas di Jakarta, lalu ketika berbicara tentang pilpres itu wilayahnya ketua partai politik, jadi mereka yang menentukan, mereka yang membicarakan dan kita tunggu aja seperti apa," imbuhnya.

Apabila Anies nantinya benar-benar nyapres, perlukah Anies meminta izin Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau mundur dari statusnya saat ini sebagai Gubernur DKI Jakarta?

Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu kiranya melihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu. Dalam UU Pemilu, tepatnya di Pasal 170 dan 171, Anies tidak perlu mundur dari jabatannya tetapi harus izin pada Jokowi.



Ini bunyi Pasal 170 ayat 1 dari UU Pemilu:

Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota.

Sedangkan, Pasal 171 ayat 1 UU Pemilu, berbunyi:

Seseorang yang sedang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden.


Menilik 2 pasal tersebut maka Anies haruslah meminta izin pada Jokowi apabila ingin nyapres tanpa perlu mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pertanyaannya sekarang: Haruskah Jokowi memberikan izin bila Anies meminta?

Kembali merujuk pada UU Pemilu, tepatnya pada Pasal 171 ayat 2 dan 3. Berikut bunyinya:

Pasal 171 ayat 2

Presiden memberikan izin atas permintaan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Pasal 171 ayat 3

Dalam hal Presiden dalam waktu paling lama 15 hari setelah menerima surat permintaan izin dan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 belum memberikan izin, izin dianggap sudah diberikan.

Melihat 2 pasal tersebut, maka Jokowi bisa memberikan izin pada Anies apabila ingin nyapres. Namun apabila Jokowi belum memberikan izin dalam kurun waktu 15 hari setelah surat izin diterima, maka Anies dianggap sudah mendapat restu dari Jokowi untuk nyapres.

0 komentar:

Posting Komentar