Selasa, 31 Juli 2018

Saling Tuding Anies dan Ketua KASN


Komunikasi antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi semakin memburuk. Secara terbuka keduanya menyuarakan perbedaan pandangan yang tajam terkait perombakan pejabat di Pemprov DKI Jakarta.

Komunikasi itu makin tak nyambung setelah Anies menyebut Sofian tengah berpolitik lantaran KASN menerbitkan siaran pers perihal rekomendasi atas perombakan pejabat tersebut. Tudingan itu pun dibantah Sofian.

"Kami lembaga yang dibentuk undang-undang untuk mengawasi ASN, yang tidak diintervensi secara politik. Dan syarat kami dipilih adalah bukan anggota parpol, tidak aktif di politik. Jadi kalau gubernur bilang dia profesional, Pak Sofian yang politik, bukannya terbalik?" ujar Sofian di Jakarta, Senin (30/7/2018).

Dia mengaku pihaknya punya alasan tidak hanya mengirimkan surat namun juga membuat press release terkait masalah tersebut.

"Kalau surat-surat, kami dicuekin," tegas Sofian.

Menurut dia, surat hasil penyelidikan KASN yang terakhir sudah dibalas Pemprov DKI. Namun, surat-surat dari KASN lain sering diabaikan.

"Jadi kami harus cari strategi lain. Kami kan sudah melalui wawancara, melalui surat, pemanggilan. Kami sudah dapat data dari mereka yang diberhentikan itu. Kalau dicuekin lagi, kami ambil cara yang lebih efektif. Kelihatannya melalui press release ini lebih efektif," kata Sofian.

Dia mengatakan, permintaan KASN agar Pemprov DKI Jakarta menyerahkan bukti proses pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat DKI yang dicopot dan dijadikan staf bukan hal yang baru. Hal yang sama juga dilakukan pihaknya ketika DKI masih dipimpin Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Saat Basuki atau Ahok melakukan pergantian pejabat, Sofian menyatakan, hal itu disertai dengan bukti bahwa pejabat yang dicopot telah melalui proses pemeriksaan.

"Pak Ahok dulu kalau kami tegur, dia bisa menunjukkan bukti-bukti bahwa pergantian itu dilakukan setelah melalui pemeriksaan. Ada buktinya," ujar Sofian.

Kini, KASN meminta hal yang sama kepada Anies Baswedan. Pemprov DKI di bawah Anies diminta memberi alasan pencopotan sejumlah pejabat yang dijadikan staf. Sebab, biasanya pencopotan dilakukan karena pejabat tersebut melakukan pelanggaran atau karena alasan tertentu.

Dia mengakui, Pemprov DKI telah memberikan jawabannya dengan mengirimkan potongan berita media massa. Padahal, seharusnya hasil pemeriksaan pejabat yang dicopot yang dijadikan bahan bukti.

"Ada hasil pemeriksaannya yang ditandatangani yang bersangkutan, itu yang seharusnya dijadikan bahan bukti. Nah, sekarang, yang dikirim ke kami cuma guntingan-guntingan koran. Itu kan bukan barang bukti kalau cuma guntingan koran," tegas Sofian.

Sementara itu, dari sudut pandang Anies, munculnya siaran pers KASN tentang empat rekomendasi hasil penyelidikan dugaan pelanggaran prosedur dalam perombakan pejabat DKI sudah memasuki ranah yang berbeda. Menurut dia, penerbitan siaran pers itu merupakan bentuk kegiatan politis.

"Ketika ada press release dari KASN saya berpikir kok jadi seperti kegiatan politik ya. Karena justru pertanyaan saya itu, kok jadi Ketua KASN berpolitik? Ini kan membentuk opini, itu kan sebuah proses politik," ucap Anies di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu 29 Juli 2018.

Mantan Mendikbud itu mengatakan Pemprov segera membalas surat KASN. Namun, DKI tidak akan membalas siaran pers yang dianggapnya politis.

"Kami akan kirim jawaban resmi seperti instansi pemerintah saling berkirim surat. Kami tidak akan bikin press release, kami tidak akan berpolitik dalam urusan ini," ia menambahkan.

"Saya ketika lihat itu pakai press release segala saya bilang wah ini Pak Ketua berpolitik, saya enggak mau ikut," Anies berujar.

Pemprov DKI menurut Anies akan membalas surat rekomendasi dari KASN melalui Sekda DKI. Ia enggan berkomentar lebih lanjut terkait rekomendasi KASN.

"Saya rasa cukup, pertanyaannya ke Beliau (Ketua KASN) saja, karena saya jawab profesional," tandas Anies.



Siaran Pers yang Bikin Heboh






Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebut ada pelanggaran atas prosedur dan peraturan perundangan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ketika memberhentikan dan memindahkan 16 pejabat Pemprov DKI Jakarta.

Melalui siaran pers tertulis tertanggal 27 Juli 2018, Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, akibat terbitnya keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1000 Tahun 2018 tertanggal 8 Juni 2018 dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 1036 Tahun 2018 tertanggal 5 Juli 2018, sebanyak 16 orang PNS yang menduduki jabatan pimpinan tinggi Pratama telah dipensiunkan dan digantikan oleh pejabat baru.

Atas dasar tersebut, KASN telah memeriksa beberapa pejabat yang di non-jobkan dan bertemu dengan Anies Baswedan. Kemudian, memanggil Sekretaris Daerah (sekda) DKI dan meminta hasil penilaian dari PLT Kepala BKD DKI.

Hal itu dilakukan untuk mendapatkan data yang lengkap dan seimbang tentang kasus pemberhentian pejabat teras Provinsi DKI yang mencakup sejumlah wali kota dan bupati, pimpinan rumah sakit daerah, dan kepala SKPD di lingkungan Provinsi DKI.

"Apa pun hasil analisis dari permasalahan tersebut di atas KASN menyatakan telah terjadi pelanggaran atas prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku dalam pemberhentian dan pemindahan para pejabat di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta," kata Sofian dalam keterangan tertulisnya.

Untuk itu, KASN memberikan empat rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta agar segera ditindaklanjuti.

Rekomendasi pertama meminta Anies Baswedan segera mengembalikan para pejabat pimpinan tinggi yang diberhentikan melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1000 Tahun 2018 dan keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1036 Tahun 2018 tersebut kepada jabatan semula.

Kedua, Anies Baswedan agar menyerahkan bukti baru kepada KASN yang memperkuat adanya pelanggaran yang dilakukan para pejabat yang di non-jobkan dalam kurun waktu tidak lebih dari 30 hari kerja.


"Ketiga, penilaian kinerja atas seorang pejabat dilakukan setelah 1 tahun dalam suatu jabatan yang diberikan kesempatan selama 6 bulan kepada pejabat yang bersangkutan untuk memperbaiki kinerja. Keempat, evaluasi penilaian hasil kinerja harus dibuat secara lengkap tertulis dalam bentuk berita acara penilaian," kata Sofian.

Ditambahkan, merujuk pada Pasal 33 ayat 1 undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 32 ayat 3 KASN dapat merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap pejabat pembina kepegawaian dan pejabat yang berwenang yang melanggar prinsip sistem merit dan ketentuan perundang-undangan.

"Apabila Gubernur DKI Jakarta tidak menindaklanjuti rekomendasi KSN tersebut di atas maka berpotensi melanggar Pasal 78 juncto Pasal 61, 67, dan 76 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang pemerintahan daerah," pungkas Effendi.

Menanggapi rekomendasi itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan akan membawanya dalam rapat internal di Pemprov DKI. Menurut dia, pihak Pemprov terbuka dengan semua masukan. Soal adanya rekomendasi untuk mengembalikan kursi wali kota kepada para pejabat sebelumnya, tergantung hasil rembuk nanti.

"Saya tidak mau berspekulasi. Kita diskusikan internal. Setelah masukan itu kita tentunya harus lakukan rembuk di pemprov dan koordinasi berbagai pihak. Dan kita pastikan ini ujungnya untuk ASN yang lebih baik ke depan," kata Sandi di Jakarta, Sabtu 28 Juli 2018.

Sandi menegaskan, sampai sejauh ini pihaknya masih berkeyakinan tidak ada masalah dalam pemecatan pejabat wali kota. Tapi dalam rembuk nanti, pihaknya akan melihat ulang dan mencocokan dengan masukan yang ada.

"Masukan itu kita nanti akan bicarakan secara internal dan kita akan lakukan adjustment. Itu sangat biasa. Menurut kami sudah sesuai ketentuan, tapi kita terima masukan lain dan kita mencari titik temu dan ini adalah pembelajaran bagi kita semua," beber Sandi.

Berbeda dengan Sandi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pihaknya tak akan melakukan konsolidasi terkait rekomendasi KASN itu.


"Nggak (konsolidasi)," ujar Anies di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu 29 Juli 2018.

Anies mengatakan, alasan tak perlu lagi melakukan konsolidasi sebab jawaban atas rekomendasi tersebut telah disiapkan olehnya.

"Saat itu juga, sudah siap jawabannya, mungkin malah sudah dikirim," katanya.

Kendati demikian, Anies enggan membeberkan jawaban yang diberikan pihaknya atas rekomendasi KASN tersebut. Dia kemudian kembali menyinggung KASN yang dinilainya berpolitik dalam persoalan itu.

"Saya katakan lagi, ini tuh antarpemerintah biasa antarinstansi berkirim surat dijawab. Itu normal. Yang saya heran ketika kemudian kok pakai pembentukan opini," ujar Anies.
Berawal dari Perombakan Pejabat






Memanasnya hubungan antara Anies Baswedan dengan Sofian Effendi bermula dari langkah Anies merombak sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Pada Kamis 5 Juli 2018, sebanyak 17 pejabat eselon II atau setara kepala dinas atau wali kota dilantik oleh Anies.

Perombakan dan pelantikan eselon II kali ini adalah pelantikan pejabat pertama di era Anies-Sandi. Anies menyebut perombakan ini untuk mempercepat pembangunan.

"Rotasi untuk mendorong proses percepatan pembangunan. (Rotasi) ini melalui proses secara terbuka atau lelang," ujar Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Pada pelantikan itu, seluruh wali kota dan bupati di ruang lingkup Pemprov DKI Jakarta mengalami perombakan.

Wali Kota Jakarta Pusat kini Bayu Megantara, Wali Kota Jakarta Utara Syamsudin Lologau semula Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Bupati Pulau Seribu kini Husein Murad yang semula adalah Wali Kota Jakut.

Wali Kota Jakarta Utara yang mundur di era Basuki Tjahaja Purnama, Rustam Effendi kini menjadi Wali Kota Jakarta Barat. Untuk Wali Kota Jakarta Timur adalah Anwar yang sebelumnya merupakan Wakil Wali Kota Jakarta Timur. Untuk Jakarta Selatan, pejabat dari Asisten Setda Marullah menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Selatan.

Usai perombakan, KASN mengaku menerima aduan dari beberapa pihak yang keberatan atas perombakan jabatan wali kota di DKI Jakarta. KASN pun menyelidiki proses perombakan yang dilakukan Anies Baswedan.

"Dalam proses kami minta keterangan, klarifikasi kedua belah pihak," kata Komisioner KASN Bidang Pengaduan dan Penyelidikan, Sumardi, Senin 16 Juli 2018.


Perwakilan Badan Kepegawaian Daerah DKI pun sudah dimintai keterangan. Sumardi menyebut, pihaknya masih menunggu dokumen mengenai pergantian wali kota oleh Anies tersebut. "BKD kami mintai keterangan," ujarnya.

Sumardi mengaku pihaknya sudah menerima aduan dari pihak yang merasa keberatan atas perombakan jabatan wali kota yang dilakukan Anies beberapa hari lalu. Namun dia enggan mengungkap pihak yang mengadu. "Ada lah, ada yang keberatan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi berencana memanggil Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terkait pergantian seluruh wali kota.

Politikus PDI Perjuangan itu mengaku menemukan fakta wali kota yang dicopot tidak diberi posisi pengganti dan hal itu melanggar aturan yang ada.

"Memang ada beberapa wali kota dilantik karena usia. Tapi ditaruh di mana kek, ditempatkan dulu, baru dilantik. Ini kan nggak, ini dilantik, ini digeletakin," kata Prasetio.

Sementara itu, beberapa wali kota mulai angkat bicara terkait pencopatan oleh Anies-Sandi, mantan Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardhana mengaku tidak menerima surat keputusan (SK) dari gubernur soal pencopotan dan soal di mana ia akan bekerja selanjutnya.

"Selama ini saya belum terima keputusan gubernur yang asli, hanya saya di WhatsApp dipensiunkan. Pensiun per tanggal berapa enggak tahu dan posisi sekarang di mana juga enggak tahu," tambah dia.

Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba-tiba mencopotnya pada 5 Juli 2018 dengan surat bahwa ia dipensiunkan.

Bambang mengaku telah diundang dalam pemeriksaan oleh KASN bersama pejabat lainnya yang dicopot Anies.

Senada dengan Bambang, mantan Wali Kota Jakarta Pusat, Mangara Pardede mengaku bahwa ia telah dicopot dari jabatan wali kota satu malam sebelum pelantikan wali kota yang baru.

"Saya ditelepon malam, besoknya pelantikan," kata dia.

Mangara kini sudah menganggap dirinya pensiun dengan adanya pencopotan itu.

"Saya sampaikan kalau Pak Gubernur tidak ada lagi penugasan baru buat saya dan saya disebut pensiun, ya sudah saya siap pensiun," ujar Mangara.

Hal senada disampaikan mantan Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi yang mengaku ditelepon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan malam sebelum pelantikan pejabat baru.

"Ditelepon malam sebelum pelantikan, dikasih tahu besok ada pergantian. Saya bilang saya masih setahun lagi pensiunnya," kata Anas saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 17 Juli 2018.

Anas mengaku bingung nasibnya usai pemberhentian. Ia pun menanyakan hal tersebut ke Anies. "Saya tanya saya di mana? (Dijawab) nanti diatur," katanya.

Anas mengaku surat pemberhentian pensiun belum ada, yang ada adalah surat pemberhentian eselon II. "Diketerangan diberhentikan (karena) usia 58 tahun, kan eselon II sampai 60," ucapnya.

Menurut Anas, sebelum pencopotan tidak ada masalah atau pemanggilan dirinya oleh BKD maupun Anies. "Sebelumnya enggak ada masalah, enggak ada pemberitahuan," ujar Anas.

Anas menilai, meski mutasi dan pencopotan jabatan kewenangan pimpinan namun harus sesuai aturan. "Tetap harus sesuai aturan perundang-undangan yang ada," kata dia.

Sementara itu, mantan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengaku tak pernah ada peringatan atau teguran terkait kinerjanya sebelum dicopot. Sama seperti Anas, Tri mengaku hanya menerima telepon malam sebelum pencopotan.

"Enggak pernah dipanggil, cuma lewat telepon kasih tahu," kata Tri.

Pada SK pemberhentian, Tri mengaku ditempatkan di Badan Pembinaan Sumber Daya Manusia (BPSDM) tanpa jabatan struktural.

"Enggak ada jabatan, tunjangan jabatan nol, tidak ada," tandas Tri.

0 komentar:

Posting Komentar